Kamis, 27 Juni 2013

MAKALAH BEHAVIORISTIK


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :
1)   Classical Conditioning
Description: http://konseling4us.files.wordpress.com/2011/12/ivan-pavlop.jpg?w=140&h=142
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal adalah classical conditioning. Penelitiannya menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara.
Pada dasarnya classical conditioning itu melibatkan Unconditioning Stimulus (UCS) yang secara otomatis membangkitkan Conditioning Response (CR), yang sama dengan Unconditioning Response (UCR) apabila diasosiasikan dengan UCS. Jika UCS dipasangkan dengan suatu Stimulus Conditioning (CS ), lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR. Dalam contoh yang diperlihatkan pada Gambar 1.
UCS (makanan anjing) membangkitkan UCR (air liur). Bunyi bel menjadi CS karena dipasangkan dengan makanan anjing, sehingga membangkitkan CR pengeluaran air liur anjing.
UCS    ——————–>   UCR
(makanan Anjing)                      (pengeluaran air liur anjing)
CS      ———————>  CR
(bunyi bel)                                   (pengeluaran air liur anjing)
                        Gambar 1. Rancangan Classical Conditioning
 2)  Operant Conditioning
 Description: http://konseling4us.files.wordpress.com/2011/12/skiner.jpg?w=714
Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF. Skinner Pengkondisian operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.
.

B.     Rumusan masalah
Yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini ialah :
    1.  Bagaimana konsep dasar Teori konseling Behavioral ?
    2.  Bagaimana Proses pelaksanaan konseling Behavioral ?
    3. Apa saja teknik – teknik dari pendekatan Bahavioral ?
C.    Tujuan
Sesuai dengan pokok permasalahan diatas, makalah ini memiliki tujun untuk :
1.       Menjelaskan konsep dasar Teori konseling Behavioral
2.       Menjelaskan Proses pelaksanaan konseling Behavioral
3.      Menjelaskan teknik – teknik dari pendekatan Bahavioral.






















BAB II

PEMBAHASAN

1.      Teori Konseling Behavioral
Konseling Behavioral adalah salah satu  dari teori-teori konseling yang ada pada saat  ini. Konseling  behavioral  merupakan  bentuk  adaptasi  dari  aliran  psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Muhamad  Surya  (1988:186)  memaparkan  bahwa  dalam  konsep  behavioral, perilaku  manusia  merupakan  hasil  belajar,  sehingga  dapat  diubah  dengan memanipulasi  dan  mengkreasi  kondisi-kondisi  belajar.  Pada  dasarnya,  proses konseling  merupakan  suatu  penataan  proses  atau  pengalaman  belajar  untuk membantu  individu  untuk  mengubah  perilakunya  agar  dapat  memecahkan masalahnya. Hal  yang  paling  mendasar  dalam  konseling  behavioral  adalah  penggunaan konsep-konsep  behaviorisme  dalam  pelaksanaan  konseling,  seperti  konsep reinforcement , yang nerupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan  pengkondisiaan  operan  dari  Skinner.
Menurut  Krumboltz&  Thoresen  (Surya,  1988:187)  konseling  behavioral adalah suatu  proses  membantu  orang  untuk  belajar  memecahkan  masalah  interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Sejak perkembangannya tahun 1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif (Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.
2.      Sejarah Perkembangan
Perkembangan  koseling  behavioral  bertolak  dari  perkembanngan  aliran behavioristik  dalam  perkembangan  psikologi  yang  menolak  pendapat  aliran strukturalisme  yang berpendapat  bahwa  mental,  pikiran  dan  perasaan  hendaknya ditemukan terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin difahami, maka munculah teori introspeksi. Aliran  Behaviorisme  menolak  metode  introspeksi  dari  aliran  strukturalisme dengan  sebuah  keyakinan  bahwa  menurut  para  behaviorist  metode  introspeksi  tidak dapat  menghasilkan  data  yang  objektif,  karena  kesadaran  menurut  para  behaviorist adalah sesuatu  yang  tidak  dapat  diobservasi  secara langsung,  secara  nyata  (Walgito,2002:53).  Bagi  aliran  Behaviorisme  yang  menjadi focus  perhatian  adalah  perilaku  yang  tampak,  karena  persoalan  psikologi  adalah tingkah  laku,  tanpa  mengaitkan  konsepsi-konsepsi  mengenai  kesadaran  dan mentalitas.
Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada  saat  yang  hamper  bersamaan  di  Amerika  behaviorisme  muncul  dengan  salah satu tokoh utamanya John B. Watson. Watson memandang Inti dari behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku. Karyanya diawali dengan artikelnya psychology as the behaviorist views it pada tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut Watson mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah pandangan strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena kesadaran adalah sesuatu yang  tidak  dapat  diobservasi  secara langsung,  secara  nyata. Metode-metode obyektif Watson lebih banyak menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak, seperti sebuah studi yang ia lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada anak-anak.
3.      Hakikat Manusia
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186) menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristiksebagai berikut: dalam  teori  ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada  lingkungan  dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam  memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya,dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk  kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Konseling behavioral ini berpandangan bahwa manusia itu:
1.      Lahir dalam mempunyai bawaan netral, artinya manusia itu hak untuk berbuat baik/buruk/jahat.
2.      Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungan.
3.       Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi dengan lingkungannya.
4.      Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan belajar.
5.      Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan

4.      Pandangan Terhadap Manusia
  1. Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh penguatan (reinforcement).
  2. Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi kecenderungan kelompok.
  3. Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku dibandingkan motivasi di dalam diri.
Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif.
5.      Konsep Dasar dan Karakteristik Konseling Behavioral
Konsep Dasar Konseling
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar konseling behavioral adalah bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku.
Dasar teori konseling behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi :
  1. Belajar waktu lalu hubungannya dengan keadaan yang serupa
  2. Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
  3. Perbedaan-perbedaan biologic baik secara genetic atau karena gangguan fisiologik.
Dengan eksperimen-eksperimen terkontrol secara seksama maka menghasilkan hokum-hukum yang mengontrol perilaku tersebut.
Karakter Konseling Behavioral
Karakter konseling behavioral adalah sebagai berikut:
  1. Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
  2. Perubahan-perubahan  khusus  terhadap  lingkungan  individual  dapat membantu  dalam  merubah  perilaku-perilaku  yang  relevan;  prosedur-prosedur  konseling  berusaha  membawa  perubahan-perubahan  yang relevan dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
  3. Prinsip-prinsip  belajar  sosial,  seperti misalnya  “reinforcement”  dan  “social modeling”,  dapat  digunakan  untuk  mengembangkan  prosedur-prosedur konseling.
  4. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan  konseling yang diberikan.
  5. Prosedur-prosedur  konseling  tidak  statik,  tetap,  atau  ditentukan sebelumnya,  tetapi  dapat  secara  khusus  didisain  untuk  membantu  konseli dalam memecahkan masalah khusus.
6.      Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
 Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang salah hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah. Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungan.
Tingkah laku maladaftif terjadi karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar


7.       Tujuan Konseling Behavioral
 Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya :
  1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
  2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
  3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
  4. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
  5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
  6. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
8.       Fungsi dan Peranan Konselor
Hakikatnya  fungsi dan peranan  konselor  terhadap  konseli  dalam  teori  behavioral  ini adalah  :
  1. Mengaplikasikan  prinsip  dari  mempelajari  manusia  untuk  memberi fasilitas  pada  penggantian  perilaku  maladaptif  dengan  perilaku  yang  lebih adaptif.
  2. Menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan  seseorang dari  perilaku yang  mengganggu  kehidupan  yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki  sepanjang sasaran itu  sesuai  dengan  kebaikan masyarakat secara umum.
9.        Hubungan Konselor dan Konseli
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
  1. Konselor memahami dan menerima konseli
  2. Antara konselor dan konseli saling bekerjasama
  3. Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
10.   Pengalaman Konseli dalam Konseling
Hal unik dalam konseling Behavioristik adalah adanya peran konseli yang ditentukan dengan baik dan menekankan pentingnya kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses konseling.
Keterlibatan konseli dalam proses konseling dalam kenyataannya menjadi lebih aktif, dan tidak hanya sebagai penerima teknik-teknik yang pasif. Konseli didorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, sebagai pengganti tingkah laku yang salah suai.
11.  Deskripsi Proses Konseling
 Proses konseling dibingkai dalam bentuk kerangka kerja dalam membantu konseli untuk mengubah tingkah lakunya. Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut, dengan cara mendorong konseli untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Konseling behavioral memiliki empat tahap dalam proses konseling, yaitu :
    1. Melakukan Assesment
Langkah awal kerja konselor adalah melakukan asesmen. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi metode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.

    1.  Menetapkan Tujuan (Goal Setting)
Dalam hal ini Konselor dan konseli bersama-sama mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan konseli, yang terkait dengan :
a.    apakah merupakan tujuan yang  benar-benar diinginkan konseli
b.   apakah tujuan itu realistik
c.    bagaimana kemungkinan manfaatnya
d.   bagaimana kemungkinan kerugiannya.
    1. Implementasi Teknik (Technique Implementation)
Setelah tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencpai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang dialami konseli. Dalam implimentasi teknik konselor membandingkan perubahan tingkah laku antara baseline data dengan intervensi.
    1. Evaluasi  dan Pengakhiran
 Evaluasi konseling behavioral merupakan proses yang berkesinambungan. Tingkah laku konseli digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.
Dalam hal ini konselor dan konseli mengevaluasi implementasi teknik yang telah dilakukan serta menentukan lamanya intervensi dilaksanakan sampai tingkah laku yang diharapkan menetap.
12.   Teknik-Teknik dalam Konseling
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk pola tingkah laku) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru akan dapat dibentuk.

Teknik Umum
Teknik Khusus
1.      Shaping
2.      Extinction
3.      Reinforcing uncompatible behaviors
4.      Imitative Learning
5.      Contracting
6.      Cognitive learning
7.      Covert Reinforcement
1.      Assertive Training
2.      Latihan respon-respon seksual
3.      Relaksasi
4.      Desensitisasi Sistematis
13.      Mekanisme Pengubahan
1.        Tahap – tahap konseling
Proses konseling behavioral, dilaksanakan melalui empat tahap sebagai berikut:
a.       Tahap  Penilaian (Assesmen)
Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor mampu untuk memahami karakteristik klien beserta permasalahannya secara utuh (mencakup aktivitas nyata, perasaan, nilai-nilai dan pemikirannya). Sehubungan dengan hal ini, maka konselor harus terampil dalam mengumpulkan berbagai informasi/data klien, instrumen yang digunakan dan sumber data yang valid.
b.      Tahap Penetapan tujuan (Goal setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan tujuan konseling berdasarkan analisis dari berbagai informasi/data. Dalam tahap ini telah disepakati kriteria perubahan tingkah laku yang perlu dilakukan klien dalam rangka memecahkan masalahnya.
c.       Tahap Penerapan teknik  (Techniques implementation)
Yaitu penerapan ketrampilan dan teknik-teknik konseling dalam upaya membantu klien mengatasi masalahnya (merubah perilakunya). Dalam hal ini disamping harus menguasai konsep dasar konseling behavior, konselor harus benar-benar mampu menerapkan berbagai teknik konseling.
d.      Tahap evaluasi dan terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu tahapan dimana seorang konselor mengetahui perubahan perilaku klien sebagai tolok ukur proses konseling berlangsung. Terminasi, yaitu pemberhentian proses konseling yang bertujuan untuk:
a.                            Menguji apa yang dilakukan klien pada dekade terakhir.
b.                           Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
c.                            Membantu klien mentransfer apa yang dipelajari klien
d.                           Memberi jalan untuk memantau tingkah laku klien secara berkelanjutan.
2.        Teknik konseling
1)      Desentisasi sistematik (Systematic desensitization )Desentisasi sistematik, teknik ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari kecemasan dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2)      Latihan Asertif (Assertive training), yaitu konseling yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin marah tetapi tetap berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing (bermain peran).
3)      Terapi Aversi (Aversion therapy ), Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif. Dalam hal ini konselor dapat menerapkan punishment (sangsi) dan reward (pujian/hadiah) secara tepat dan proposional terhadap perubahan perilaku klien.
4)      Terapi implosif dan pembanjiran, Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5)      Pekerjaan Rumah (Home work), Teknik ini berbentuk suatu latihan/ tugas rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan memberikan tugas rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien dimarahi ibunya atau bapaknya



14.  Kontribusi dan Keterbatasan Konseling Behavioral
 Kontribusi
Kontribusi dari teori konseling behavioral adalah :
1.      Dengan memfokuskan pada perilaku khusus bahwa klien dapat berubah, konselor dapat membantu klien kea rah pengertian yang lebih baik terhadap apa yang harus dilakukan sebagai bagian dari proses konseling.
2.      Dengan menitikberatkan pada tingkah laku khusus, memudahkan dalam menentukan criteria keberhasilan proses konseling
3.      Memberikan peluang pada konselor untuk dapat menggunakan berbagai teknik khusus guna menghasilkan perubahan perilaku.
Keterbatasan
Keterbatasan Teori Konseling Behavioral adalah :
  1. Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri
  2. Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam interaksinya dengan konselor.
  3. Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang jelas.
  4. Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral.















BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Konseling Behavioral adalah salah satu  dari teori-teori konseling yang ada pada saat  ini. Konseling  behavioral  merupakan  bentuk  adaptasi  dari  aliran  psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Muhamad  Surya  (1988:186)  memaparkan  bahwa  dalam  konsep  behavioral, perilaku  manusia  merupakan  hasil  belajar,  sehingga  dapat  diubah  dengan memanipulasi  dan  mengkreasi  kondisi-kondisi  belajar.  Pada  dasarnya,  proses konseling  merupakan  suatu  penataan  proses  atau  pengalaman  belajar  untuk membantu  individu  untuk  mengubah  perilakunya  agar  dapat  memecahkan masalahnya. Hal  yang  paling  mendasar  dalam  konseling  behavioral  adalah  penggunaan konsep-konsep  behaviorisme  dalam  pelaksanaan  konseling,  seperti  konsep reinforcement , yang nerupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan  pengkondisiaan  operan  dari  Skinner
B.   Saran
Setalah kita mempelajari teori behavioristik, diharapkan kita dapat belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan kita.










 

Daftar Pustaka
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta..
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta