BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Perkembangan
pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal
radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini
dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan
sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis
besar sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :
1)
Classical Conditioning
Ivan Pavlov
adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan
meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson
yang terkenal adalah classical conditioning. Penelitiannya menggunakan
anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara.
Pada
dasarnya classical conditioning itu melibatkan Unconditioning
Stimulus (UCS) yang secara otomatis membangkitkan Conditioning Response
(CR), yang sama dengan Unconditioning Response (UCR) apabila
diasosiasikan dengan UCS. Jika UCS dipasangkan dengan suatu Stimulus
Conditioning (CS ), lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR. Dalam contoh
yang diperlihatkan pada Gambar 1.
UCS (makanan
anjing) membangkitkan UCR (air liur). Bunyi bel menjadi CS karena dipasangkan
dengan makanan anjing, sehingga membangkitkan CR pengeluaran air liur anjing.
UCS
——————–> UCR
(makanan
Anjing)
(pengeluaran air liur anjing)
CS
———————> CR
(bunyi
bel)
(pengeluaran air liur anjing)
Gambar 1. Rancangan Classical Conditioning
2)
Operant Conditioning
Tokoh yang
mengembangkan operant conditioning adalah BF. Skinner Pengkondisian
operan, salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang
berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas
pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental
conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan
oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku
tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah
mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh
pola-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan,
pemberian penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian
penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul
di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.
.
B.
Rumusan
masalah
Yang
menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini ialah :
- Bagaimana konsep dasar Teori konseling Behavioral ?
- Bagaimana Proses pelaksanaan konseling Behavioral ?
- Apa saja teknik – teknik dari pendekatan Bahavioral ?
C.
Tujuan
Sesuai dengan pokok permasalahan diatas, makalah ini
memiliki tujun untuk :
1. Menjelaskan konsep dasar Teori konseling
Behavioral
2. Menjelaskan Proses pelaksanaan konseling
Behavioral
3. Menjelaskan
teknik – teknik dari pendekatan Bahavioral.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori
Konseling Behavioral
Konseling Behavioral adalah salah
satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi
dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya
pada perilaku yang tampak. Muhamad Surya (1988:186)
memaparkan bahwa dalam konsep behavioral,
perilaku manusia merupakan hasil belajar,
sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada
dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan
proses atau pengalaman belajar untuk
membantu individu untuk mengubah perilakunya
agar dapat memecahkan masalahnya. Hal yang paling
mendasar dalam konseling behavioral adalah
penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan
konseling, seperti konsep reinforcement , yang nerupakan bentuk
adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan
operan dari Skinner.
Menurut Krumboltz&
Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral adalah
suatu proses membantu orang untuk belajar
memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan
tertentu. Sejak perkembangannya tahun 1960-an,
teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang menekankan aspek
perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral
berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan
perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif
(Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi
behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk
belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.
2.
Sejarah
Perkembangan
Perkembangan koseling
behavioral bertolak dari perkembanngan aliran
behavioristik dalam perkembangan psikologi yang
menolak pendapat aliran strukturalisme yang berpendapat
bahwa mental, pikiran dan perasaan hendaknya
ditemukan terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin difahami, maka munculah
teori introspeksi. Aliran Behaviorisme menolak metode
introspeksi dari aliran strukturalisme dengan
sebuah keyakinan bahwa menurut para behaviorist
metode introspeksi tidak dapat menghasilkan data
yang objektif, karena kesadaran menurut
para behaviorist adalah sesuatu yang tidak dapat
diobservasi secara langsung, secara nyata
(Walgito,2002:53). Bagi aliran Behaviorisme yang
menjadi focus perhatian adalah perilaku yang
tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah
laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai
kesadaran dan mentalitas.
Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia
dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada saat yang
hamper bersamaan di Amerika behaviorisme
muncul dengan salah satu tokoh utamanya John B. Watson. Watson
memandang Inti dari behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku.
Karyanya diawali dengan artikelnya psychology as the behaviorist views
it pada tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut Watson mengemukakan
pandangan behavioristiknya yang membantah pandangan strukturalisme dan
fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang
dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena kesadaran
adalah sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara
langsung, secara nyata. Metode-metode obyektif Watson lebih banyak
menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak, seperti sebuah studi yang ia
lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada anak-anak.
3.
Hakikat
Manusia
Hakikat manusia dalam pandangan para
behaviorist adalah pasif dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang
dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang
membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya (1988:186) menjelaskan tentang
hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristiksebagai berikut: dalam
teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministic
dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai
kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya,dan interaksi ini
menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima
dalam situasi hidupnya. Konseling behavioral ini berpandangan bahwa manusia
itu:
1.
Lahir dalam mempunyai bawaan netral,
artinya manusia itu hak untuk berbuat baik/buruk/jahat.
2.
Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan
dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungan.
3.
Kepribadian manusia berkembang atas dasar
interaksi dengan lingkungannya.
4.
Mempunyai tugas untuk berkembang melalui
kegiatan belajar.
5.
Manusia dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi lingkungan
4.
Pandangan Terhadap Manusia
- Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh penguatan (reinforcement).
- Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi kecenderungan kelompok.
- Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku dibandingkan motivasi di dalam diri.
Para
konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang
dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang
direkayasa sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif.
5.
Konsep Dasar dan Karakteristik Konseling Behavioral
Konsep Dasar
Konseling
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal
dan internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi
koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.
Kontribusi terbesar konseling behavioral adalah bagaimana memodifikasi perilaku
melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan
perilaku.
Dasar teori
konseling behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil
kombinasi :
- Belajar waktu lalu hubungannya dengan keadaan yang serupa
- Keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
- Perbedaan-perbedaan biologic baik secara genetic atau karena gangguan fisiologik.
Dengan
eksperimen-eksperimen terkontrol secara seksama maka menghasilkan hokum-hukum
yang mengontrol perilaku tersebut.
Karakter
Konseling Behavioral
Karakter konseling behavioral adalah
sebagai berikut:
- Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
- Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
- Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “social modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
- Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan konseling yang diberikan.
- Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah khusus.
6.
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Tingkah laku
bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah
laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan. Tingkah laku yang salah hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah. Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon
tingkah laku negatif dari lingkungan.
Tingkah laku
maladaftif terjadi karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan
tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan dapat
diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
7.
Tujuan
Konseling Behavioral
Tujuan
konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku
konseli, yang di antaranya :
- Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
- Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
- Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
- Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
- Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
- Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor.
8.
Fungsi dan Peranan Konselor
Hakikatnya
fungsi dan peranan konselor terhadap konseli
dalam teori behavioral ini adalah :
- Mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif.
- Menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.
9.
Hubungan Konselor dan Konseli
Dalam
kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini
bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan
masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang
baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral amat terdefinisikan, demikian
pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli
harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi
untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling,
baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam
hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
- Konselor memahami dan menerima konseli
- Antara konselor dan konseli saling bekerjasama
- Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.
10. Pengalaman Konseli dalam Konseling
Hal unik
dalam konseling Behavioristik adalah adanya peran konseli yang ditentukan
dengan baik dan menekankan pentingnya kesadaran dan partisipasi konseli dalam
proses konseling.
Keterlibatan
konseli dalam proses konseling dalam kenyataannya menjadi lebih aktif, dan
tidak hanya sebagai penerima teknik-teknik yang pasif. Konseli didorong untuk
bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, sebagai pengganti tingkah laku
yang salah suai.
11. Deskripsi
Proses Konseling
Proses
konseling dibingkai dalam bentuk kerangka kerja dalam membantu konseli untuk
mengubah tingkah lakunya. Proses konseling adalah proses belajar, konselor
membantu terjadinya proses belajar tersebut, dengan cara mendorong konseli
untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu.
Konseling behavioral memiliki empat tahap dalam proses konseling, yaitu :
- Melakukan Assesment
Langkah awal
kerja konselor adalah melakukan asesmen. Assesment diperlukan untuk
mengidentifikasi metode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan
tingkah laku yang ingin diubah.
- Menetapkan Tujuan (Goal Setting)
Dalam hal
ini Konselor dan konseli bersama-sama mendiskusikan tujuan yang telah
ditetapkan konseli, yang terkait dengan :
a.
apakah merupakan tujuan yang benar-benar diinginkan
konseli
b.
apakah tujuan itu realistik
c.
bagaimana kemungkinan manfaatnya
d.
bagaimana kemungkinan kerugiannya.
- Implementasi Teknik (Technique Implementation)
Setelah
tujuan konseling dirumuskan, konselor dan konseli menentukan strategi belajar
yang terbaik untuk membantu konseli mencpai perubahan tingkah laku yang
diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling
sesuai dengan masalah yang dialami konseli. Dalam implimentasi teknik konselor
membandingkan perubahan tingkah laku antara baseline data dengan intervensi.
- Evaluasi dan Pengakhiran
Evaluasi
konseling behavioral merupakan proses yang berkesinambungan. Tingkah laku
konseli digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan
efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.
Dalam hal
ini konselor dan konseli mengevaluasi implementasi teknik yang telah dilakukan
serta menentukan lamanya intervensi dilaksanakan sampai tingkah laku yang
diharapkan menetap.
12. Teknik-Teknik
dalam Konseling
Teknik
konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari
(yang membentuk pola tingkah laku) terhadap perangsang, dengan demikian
respon-respon yang baru akan dapat dibentuk.
Teknik
Umum
|
Teknik
Khusus
|
1.
Shaping
2.
Extinction
3.
Reinforcing uncompatible behaviors
4.
Imitative Learning
5.
Contracting
6.
Cognitive learning
7.
Covert Reinforcement
|
1.
Assertive Training
2.
Latihan respon-respon seksual
3.
Relaksasi
4.
Desensitisasi Sistematis
|
13. Mekanisme
Pengubahan
1.
Tahap – tahap konseling
Proses konseling behavioral, dilaksanakan melalui empat tahap
sebagai berikut:
a.
Tahap Penilaian
(Assesmen)
Yaitu tahapan yang mensyaratkan konselor mampu untuk memahami
karakteristik klien beserta permasalahannya secara utuh (mencakup aktivitas
nyata, perasaan, nilai-nilai dan pemikirannya). Sehubungan dengan hal ini, maka
konselor harus terampil dalam mengumpulkan berbagai informasi/data klien,
instrumen yang digunakan dan sumber data yang valid.
b.
Tahap Penetapan tujuan (Goal setting)
Yaitu antara konselor dan klien menetapkan tujuan konseling
berdasarkan analisis dari berbagai informasi/data. Dalam tahap ini telah
disepakati kriteria perubahan tingkah laku yang perlu dilakukan klien dalam
rangka memecahkan masalahnya.
c.
Tahap Penerapan
teknik (Techniques implementation)
Yaitu penerapan ketrampilan dan teknik-teknik konseling dalam
upaya membantu klien mengatasi masalahnya (merubah perilakunya). Dalam hal ini
disamping harus menguasai konsep dasar konseling behavior, konselor harus
benar-benar mampu menerapkan berbagai teknik konseling.
d.
Tahap evaluasi dan
terminasi (Evaluation and Termination)
Yaitu tahapan dimana seorang konselor mengetahui perubahan
perilaku klien sebagai tolok ukur proses konseling berlangsung. Terminasi,
yaitu pemberhentian proses konseling yang bertujuan untuk:
a.
Menguji apa yang dilakukan
klien pada dekade terakhir.
b.
Eksplorasi kemungkinan
kebutuhan konseling tambahan
c.
Membantu klien mentransfer
apa yang dipelajari klien
d.
Memberi jalan untuk
memantau tingkah laku klien secara berkelanjutan.
2.
Teknik konseling
1)
Desentisasi sistematik (Systematic
desensitization )Desentisasi sistematik, teknik ini dikembangkan
oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari
kecemasan dan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan
respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2)
Latihan Asertif (Assertive
training), yaitu konseling yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami
kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin
marah tetapi tetap berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role
playing (bermain peran).
3)
Terapi Aversi (Aversion
therapy ), Teknik ini bertujuan untuk menghukum perilaku yang negatif
dan memperkuat perilaku yang positif. Dalam hal ini konselor dapat menerapkan
punishment (sangsi) dan reward (pujian/hadiah) secara tepat dan proposional
terhadap perubahan perilaku klien.
4)
Terapi implosif dan
pembanjiran, Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara
berulang-ulang tanpa pemberian penguatan. Teknik pembanjiran ini tidak
menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis
memunculkan stimulus-stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi,
dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien.
5)
Pekerjaan Rumah (Home
work), Teknik ini berbentuk suatu latihan/ tugas rumah bagi klien yang
kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu, caranya dengan
memberikan tugas rumah (untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila
klien dimarahi ibunya atau bapaknya
14. Kontribusi
dan Keterbatasan Konseling Behavioral
Kontribusi
Kontribusi
dari teori konseling behavioral adalah :
1.
Dengan memfokuskan pada perilaku khusus bahwa klien
dapat berubah, konselor dapat membantu klien kea rah pengertian yang lebih baik
terhadap apa yang harus dilakukan sebagai bagian dari proses konseling.
2.
Dengan menitikberatkan pada tingkah laku khusus,
memudahkan dalam menentukan criteria keberhasilan proses konseling
3.
Memberikan peluang pada konselor untuk dapat
menggunakan berbagai teknik khusus guna menghasilkan perubahan perilaku.
Keterbatasan
Keterbatasan Teori
Konseling Behavioral adalah :
- Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri
- Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam interaksinya dengan konselor.
- Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang jelas.
- Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konseling Behavioral adalah salah
satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi
dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya
pada perilaku yang tampak. Muhamad Surya (1988:186)
memaparkan bahwa dalam konsep behavioral,
perilaku manusia merupakan hasil belajar,
sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada
dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan
proses atau pengalaman belajar untuk
membantu individu untuk mengubah perilakunya
agar dapat memecahkan masalahnya. Hal yang paling
mendasar dalam konseling behavioral adalah
penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan
konseling, seperti konsep reinforcement , yang nerupakan bentuk
adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan
operan dari Skinner
B.
Saran
Setalah
kita mempelajari teori behavioristik, diharapkan kita dapat belajar dengan baik
sesuai dengan kemampuan kita.
Daftar
Pustaka
Corey, Gerald. (2007). Teori dan
Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori
dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011)
Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta..
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti
(2005), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi;
Yogyakarta