BIOGRAFI
ROGERS
Carl Ransom Rogers lahir di Oak
Park, IIIionois, pada 8 Januari 1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers
tertarik kepada pertaniann secara ilmiah. Pertanian inilah yang membawanya ke
perguruan tinggi di Un.of Wisconsin pada 1924 dia lalu masuk Union Theological
Seminary di New York City dimana dia mendapat pandangan yang liberal dan
filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke Teacher College of Columbia dan dia
mendapat gelar M.A pada tahun 1928 dan doktor pada 1931 di Colombia. Pegalaman
praktisnya yang pertama diperoleh di Institute for Child Guidance, lembaga
tersebut orientasinya Freudian. Rogers
menemukan bahwa pemikiran Freudian yang spekulatif itu tidak cocok dengan
pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik itu tidak cocok dengan
pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik dan pemkiran menurut
aliran Thorndike.
Setelah mendapat doktor, Rogers menjadi anggota staf Rochester
Guindance Center dan kemudian menjadi pemimpinya . Dan pada tahun 1940 Rogers
menerima tawaran untuk menjadi guru besar psikologi di Ohio State Univrsity.
Perpindahan dari pekerjaan klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh rogers
sendiri sangat tajam, karena rangsangan – rangsanganya dia merasa terpaksa harus
membuat pandangan – pandangan dalam psikoterapi itu menjadi jelas. Dan ini
dikerjakanya pada tahun 1942 dalam buku : Counseling and psychotherapy. Pada
tahaun 1945 Rogers menjadi maha guru pskologi
di universitas of Chicago, yang jabatanya hingga kini. Tahun 1946 – 1957
menjadi Presiden American Psychological Association. Dan meninggal dunia tanggal 4 Februari 1987 karena serangan jantung.
METODE
PENYELIDIKAN ROGERS
Rogers adalah pelopor didalam penyelidikan di bidang counseling dan
psikoterapi. Penyelidikan mengenai psikoterapi sebenarnya sangat sukar,
tetapi Rogers mendapatkan bahwa
pencatatan secara elektris mengenai terapi
itu. Pencatatan yang tepat mengenai jalanya terapi ini memungkinkan Rogers dan teman – temanya menyelidiki
jalanya perawatan secara obyektif dan kuantitatif. Walaupun penyelidikan yang
dilakukan oleh Rogers dan teman – temanya itu terutama dimaksudkan untuk
memahami dan menjelaskan sifat psikoterapi dan nilai hasil – hasilnya, namun
banyak dari hasil – hasil penyelidikan ini menjadi dasar teori self mengenai
kepribadian. Dalam kenyataanya perumusan sistematis Rogers memperluas research
yang meliputi pula macam – macam kesimpulan dari teori kepribadianya.
a.
Penyelidikan Kuantitatif
Banyak gagasan – gagasan Rogers tentang kepribadian disimpulkan
dengan cara kualitatif dari catatan – catatan mengenai pernyataan pasien
mengenai gambaran dirinya sendiri (self picture serta perubahan – perubahanya
selama terapi).
b.
Analisi Isi ( Content Analysis )
Dalam penyelidikan
– penyelidikan lain analisis isi itu diusahakan untuk membuktikan dalil bahwa
apabila orang makin menerima ( bersikap positif ) terhadap dirinya, dia juga
makin menerima orang lain / hasil penyelidikan megenai kolerasi antara konsepsi
mengenai diri sendiri dan konsepsi mengenai orang lain ( sikap terhadap diri
sendiri dan sikap terhadap orang lain ) itu menunjuk angka signifikan.
c.
Penyelidikan – Penyelidikan dengan Q Technique
Q Technique adalah metode untuk menyelidiki secara sistematis
mengenai pengertian orang (gambaran orang) mengenai dirinya sendiri, walaupun
sebenarnya metode ini juga dapat dipakai
untuk menyelidiki hal – hal lain. Orang yang diselidiki diberi sejumlah
pernyataan, lalu disuruh menurut urutan tertetu.
POKOK – POKOK TEORI ROGERS
Konsepsi – konsepsi pokok dalan teori Rogers adalah :
1)
Organism, yaitu
keseluruhan individu.
a)
Organisme
bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi
kebutuhan – kebutuhannya.
b)
Organisme
mempunyai satu motif dasar yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan
mengembangkan diri.
c)
Organisme
mungkin melambangkan pengalamanya
sehingga hal itu disadari, atau
mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman – pengalaman itu tak
disadari atau mungkin juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman – pengalamanya.
2)
Medan
phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman
yang mendasari phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
3)
Self, yaitu
bagian medan penomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola – pola
pengamatan dan penilaian sadar dari pada “ I “ atau “ me “.
Self mempunyai
macam – macam sifat, yaitu :
a)
Self berkembang
dari interaksi organisme denga lingkunganya.
b)
Self mungkin
menginteraksi nilai – nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara ( bentuk )
yang tidak wajar.
c)
Self bertingkah
laku dalam cara yang selaras ( consistent ) dengan self.
d)
Pengalaman –
pengalaman yang tak selaras dengan struktur self diamati sebagai ancaman.
e)
Self mungkin
berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation ) dan belajar.
Sifat – sifat dari ketiga konsepsi itu dan saling hubunganya
dirumuskan oleh Rogers dalam 19 dalil dalam bukunya CLIENT Centered Therapy,
dan inilah yang merupakan teori Rogers mengenali self.
1)
“Tiap individu
ada dalam dunia pengalaman yang selalu berubah, dimana dia menjadi pusatnya”
2)
“Organisme
bereaksi terhadap medan sebagaimana medan itu dialami dan diamatinya. Bagi
individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas)“
3)
“Organisme
bereaksi terhadap medan phonomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi (organized
whole)“
4)
“Organisme
mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.“
5)
“Pada dasarnya
tingkah laku itu adalah usaha organisme yang berarah tujuan (goal directed,
doelgericht), yaitu untuk memuaskan kebutuhan –kebutuhan sebagaiana dialaminya,
dalam medan sebagaimana diamatainya.“
6)
“Emosi
menyertai dan pada umumnya memberikan fasilitas tingkah laku berarah tujuan
itu.“
7)
“Jalan yang
paling baik untuk memahami tingkah laku ialah dengan melalui internal frame of
reference orangnya sendiri.“
8)
“Suatu bagian
dari seluruh medan pengamatan sedikit demi sedikit ter diferensasikan sebagai
self.”
9)
“Sebagai hasil
saling pengaruh (interaction) dengan lingkungan, terutama sebagai hasil dari
saling pengaruh yang bersifat menilai dengan orang – orang lain, struktur self
itu terbentuk pola pengamatan yang teratur, lentur, selaras dalam hubungan
dengan “I” atau “ ME” , beserta nilai- nilai yang dihadapi dengan konsepsi ini“
10)
“Nilai – nilai
terikat kepada pengalaman, dan nila – nilai yang merupakan bagian struktur
self, dalam beberapa hal adalah nilai – nilai yang dialami langsung oleh
organisme, dan dalam beberapa hal adalah nilai – nilai yang diintroyekskan atau
diambil dari orang lain, tetapi diamati sebagai dialaminya langsung.“
11)
“Pengalaman
yang terjadi dalam kehidupan individu itu dapat dihadapi demikian :
a)
Dilambangkan,
diamati, dan diatur dalam hubungan dengan self.
b)
Diabaikan
karena tak ada hubungan yang terlihat dengan struktur self.
c)
Ditolak atau
dilambangkan secara palsu oleh karena pengalaman itu tak selaras dengan
struktur self.
12)
“Kebanyakan
cara bertingkah laku yang diambil orang ialah yang selaras dengan konsepsi
self.“
13)
“Dalam beberapa
hal tingkah laku itu mungkin didorong oleh pengalaman – pengalaman dan
kebutuhan – kebutuhan organis yang tidak dilambangkan. Tingkah laku yang
demikian itu mungkin tidak serasi dengan struktur self, akan tetapi dalam hal
yang demikian tingkah laku itu tidak diakui ( dimiliki, own ) oleh individu
yang bersangkutan.”
14)
“Psychological
adjusment terjadi apabila organisme menolak menjadi sadarnya pengalaman
sensoris dan visceral yang kuat, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan
diorganisasikan ke dalam gestalt struktur self, apabila hal ini terjadi, maka
akan terjadi psychological tension.”
15)
“Psychological
adjustment terjadi apabila konsepsi self itu sedemikian rupa, sehingga segala
pengalaman sensoris dan visceral diasimilasikan pada taraf lambang ( sadar ) ke
dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi self.“
16)
“Tiap
pengalaman yang tak selaras dengan organisasi atau stuktur self akan diamati
sebagai ancaman dan makin meningkat pengamatan itu akan makin tegas struktur
self itu untuk mempertahankan diri.”
17)
“Dalam kondisi
tertentu, pertama – tama tiadanya ancaman terhadap struktur self, pengalaman –
pengalaman yang tak selaras dengan struktur
self dapat diamati dan diuji
dalam struktur self direvisi untuk dapat mengasimilasi dan melingkup pengalaman
– pengalaman yang demikian itu.”
18)
“Apabila orang
mengalami dan menerima segala pengalaman sensoris dan visceralnya ke dalam
sistemnya yang integral dan selaras , maka dia akan lebih memahami orang lain
dan menerima orang lain sebagai individu.”
19)
“Kalau individu
lebih banyak lagi mengamai dan menerima kedalam struktur selfnya pengalaman –
pengalaman oranisnya, dia akan mengetahui bahwa dia mengganti sistem nilai –
nilainya kini yang pada umumnya didasarkan pada introyeksi yang telah
diterimanya dalam bentuk yang tidak wajar dengan psoses penilaian yang terus
menerus.
Dalam menyimpulkan dalil – dalilnya itu Rogers mengatakan :
“Teori ini pada dasarnya bersifat phenomenal dan terutama
berhubungan dengan konsepsi untuk menerangkan. Teori itu menggambarkan titik
akhir dari pada perkembangan kepribadian yaitu adanya kesamaan pokok antara
medan pengalaman phenomenal dan struktur self secara konseptual.”
AKTUALISASI DIRI
Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi
humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis,
ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman
terapeutiknya.
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu
memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup,
dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi
yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah
aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi
dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran
Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman
seksual sebelumnya.
Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia
berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang
memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia
tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu
itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri
dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik.
Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar
khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis,
karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas
tiap orang akan berbeda–beda tergantung pada pengalaman–pengalaman
perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field.
Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal
tersebut.
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Konsep diri (self concept) menurut Rogers
adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan,
dimana “aku“ merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri
merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan
dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan
siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus saya perbuat“.
Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai
pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri
real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut
sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:
1.
Incongruence
Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman
aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2.
Congruence
Congruence berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam
sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya incongruence
ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya.
Orang tua akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku
sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang
tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang
tidak kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan congruence-nya.
Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang
kondisional akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah
perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.
Dampak dari incongruence adalah Rogers berfikir
bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk
melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah
perbuatannya sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia
dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah
karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.
Contoh:
Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia
seringkali sangat pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang
sedikit atau bahkan tidak memberikan tips sama sekali saat di restoran. Ketika
teman makan malamnya memberikan komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia
tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu sudah layak dibandingkan
pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku pemberian
tipsnya pada pelayanan yang buruk, maka dia dapat terhindar dari kecemasan
serta tetap menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan
kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.
Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang
ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
a. Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan
penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive regard) dimana
anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat berfungsi sepenuhnya.
b. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif
bersyarat (conditional positive regard). Dimana ia akan mencela diri,
menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia
dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person
sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan
penuh kepercayaan.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Rogers mengemukakan lima sifat khas dari seseorang yang berfungsi penuh:
1) Keterbukaan pada pengalaman
Yang berarti bahwa seseorang tidak bersifat kaku dan
defensif melainkan bersifat fleksibel, tidak hanya menerima pengalaman yang
diberikan oleh kehidupan, tapi juga dapat menggunakannya dalam membuka
kesempatan lahirnya persepsi dan ungkapan-ungkapan baru.
2) Kehidupan eksistensial
Orang yang tidak mudah berprasangka ataupun
memanipulasi pengalaman melainkan menyesuaikan diri karena kepribadiannya
terus-menerus terbuka kepada pengalaman baru.
3) Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Yang berarti bertingkah laku menurut apa yang dirasa
benar, merupakan pedoman yang sangat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan
yang lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual.
4) Perasaan bebas
Semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin
mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
5) Kreativitas
Seorang yang kreatif bertindak dengan bebas dan
menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif, serta dapat mewujudkan
kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan.
APLIKASI
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan
kepribadian. Teknik terapi lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya.
Mula-mula corak konseling ini disebut non-directive therapy,
kemudian digunakan Client Centered therapy dengan maksud individualitas
konseling yang setaraf dengan individualitas konselor. Menurut Rogers,
dalam teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan
metode psikoterapi yang dikemukakan dan dikembangkannya. Terapi yang
dikemukakannya itu dinamakan: non-directive therapy atau client
centered therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
1) Secara historis lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran
2) Mudah dipelajari
3) Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai
diagnosis dan dinamika kepribadian
4) Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi
secara psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri
arah perkembangannya dan menciptakan kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab
itu, konselor harus mempergunakan teknisnya untuk memajukan tendensi
perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan menciptakan kondisi
perkembangan yang positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak mungkin
membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian,
tafsiran, rencana, harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk
mengemukakan pengertiannya dan rencana hidupnya. Untuk memungkinkan pemahaman
ini konselor diharapkan bersifat dan bersikap:
1) Menerima (Acceptance)
Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat
dan mengembangkan diri apa adanya.
2) Kehangatan (Warmth)
Ditujukan agar klien
merasa aman dan memiliki penilaian yang lebih positif tentang
dirinya.
3) Tampil apa adanya (Genuine)
Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis agar
klien memiliki sikap positif.
4) Empati (Emphaty)
Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal
frame of reference), klien akan memberikan manfaat
besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5) Penerimaan tanpa syarat (Unconditional positive regard)
Sikap penghargaan tanpa tuntutan yang ditunjukkan
terapis pada klien, betapapun negatif perilaku atau sifat klien,
yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6) Transparansi (Transparancy)
Penampilan terapis yang transparan atau
tanpa topeng pada saat
terapi berlangsung maupun dalam
kehidupan keseharian merupakan hal yang penting bagi klien
untuk mempercayai dan menimbulkan rasa aman terhadap segala sesuatu yang
diutarakan.
7) Kongruensi (Congruence)
Konselor dan klien berada pada
hubungan yang sejajar dalam relasi terapeutik
yang sehat. Terapis bukanlah orang yang memiliki
kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah
diri secara konstruktif mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak
psikologis. Dengan demikian, akan dapat dilihat perubahan yang terjadi dalam
proses terapi antara lain :
1)
Klien akan
mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem yang
dihadapi.
2)
Klien akan berkembang
menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna perasaannya.
3)
Klien mulai merasakan self
concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
4)
Klien sadar penuh akan
perasaan yang mengganggu.
5)
Klien mampu mengenal
konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
6)
Ketika terapi
dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
7)
7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional
positive regard.
8)
Mereka akan
mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial dengan
baik.
9)
Mereka menjadi positif
dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight
secara mendalam terhadap diri dan permasalahannya.
1)
Mereka menjadi terbuka
terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
2)
Dalam pengalamannya
sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.
3)
Mereka menjadi kreatif.
Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan dengan orang
lain.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya
yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk
pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya
merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat
memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit
diterima. Semua orang tidak bisa
melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu
dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam
tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan
masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman
traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
TEORI
HUMANISTIK MENURUT CARL ROGERS
Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non direktive atau terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioner dalam risetnya pada proses terapi. Pendekatan terapi yang berpusat pada klien dari Rogers sebagai metode untuk memahami orang lain, menangani masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien diajak untuk memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being),
yaitu :
1.
Keterbukaan
pada pengalaman.
Orang yang
berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan
fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan
mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2.
Kehidupan
ekstansial
Kualitas dari
kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia
selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung
menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3.
Kepercayan terhadap
organisme orang sendiri
Pengalaman akan
menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri.
Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul
seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari
suatu situasi dengan sangat baik.
4.
Perasaan bebas
Orang yang
sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya
paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan
tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi
mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya
sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat
banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang
ingin dilakukannya.
5.
Kreatifitas
Keterbukaan
diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan
mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah
laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai
respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan
perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan
terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang
dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang
benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik.
Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar
khususnya dalam masa kanak - kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan
dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.
Pandangan ini dikembangkan berdasarkan terapi yang dilakukannya.
Kehidupan yang sebaik-baiknya bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah
dimana orang dapat berpartisipasi sepenuhnya sesuai dengan potensi alamiahnya.
Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai Rogers untuk menggambarkan individu
yang memakai kapasitas dan bakatnya, merelisasi potensinya, dan bergerak menuju
pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang
pengalamannya / unconditional positive regards.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.
Menjadi manusia
berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.
Siswa akan
mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa
3.
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4.
Belajar yang
bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang
penting diantaranya ialah :
1.
Manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2.
Belajar yang
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
3.
Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5.
Apabila ancaman
terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.
Belajar yang
bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.
Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8.
Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10.
Belajar yang
paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada
tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat,
penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan
dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri siswa (dalam
Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan adalah
perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan
hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang memberdayakan
siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang baik adalah “proses yang
mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan
mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat
sesuai dengan persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen &
Kauchak, 1997).
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada
perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada
bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan
bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan
seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
APLIKASI
TEORI BELAJAR HUMANISME DALAM PENDIDIKAN
1.
Pendidikan
Humanistik
Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan
dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus,
untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri
Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah
dengan melihat apa yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam (Roberts, 1975)
melihat ada 5 dimensi yang dapat dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang
humanis.
a.
Pilihan dan kendali diri
Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan
membuat keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi kemampuan tersebut
dengan memberikan latihan mengambil keputusan terkait dengan tujuan sekolah
maupun aktivitas harian. Siswa dapat dilatih melalui aktivitas kegiatan siswa
dan belajar yang memungkinkannya memiliki pilihan dan kendali dalam merancang,
menetapkan tujuan, memutuskan, dan mempertanggung jawabkan keputusan yang telah
dibuatnya.
b.
Memperhatikan minat dan perasaan siswa
Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan
perhatian pada minat dan perasaan siswa. Mengkaitkan materi pelajaran dengan
minat, pengetahuan, dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan meminta
tanggapan siswa merupakan contoh aktivitas yang dinilai siswa memperhatikan
minat mereka.
c.
Manusia seutuhnya
Perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari orientasi
aspek kognitif menuju ke arah perhatian, penghormatan, dan penghargaan terhadap
siswa sebagai manusia seutuhnya. Integrasi ketrampilan berpikir dengan
kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih efektif menjadi individu.
d.
Evaluasi diri
Pendidikan humanistik bergerak dari evaluasi yang dikontrol guru
menuju evaluasi yang dilakukan oleh siswa. Siswa perlu difalitasi untuk
memantau kemajuan belajarnya sendiri baik melalui tes atau umpan balik dari
orang lain.
e.
Guru sebagai fasilitator
Guru perlu mengubah peran, yaitu berubah dari sebagai direktur
belajar menjadi fasilitator atau penolong. Guru hendaknya lebih suportif
daripada mengkritisi, lebih memahami daripada menilai, lebih real dan asli
daripada berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka akan berkembang
hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi pembelajar, dan siswa
sering menolong dan mengajar juga.
Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka diperlukan:
a)
Pendidikan yang
menghargai dan mengembangkan segenap potensi manusia; tidak saja dimensi
kognitif, namun juga kemampuan afektif, psikomotorik dan potensi unik lainnya.
Siswa dihargai bukan karena ia seorang juara kelas melainkan karena ia mengandung
potensi yang positif.
b)
Interaksi
antara siswa dan guru yang resiprokal dan tulus
Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka pendidikan yang mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa sulit untuk dilaksanakan.
Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka pendidikan yang mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa sulit untuk dilaksanakan.
c)
Proses
pembelajaran yang mendorong terjadinya proses interaksi dalam kelompok dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan,
perasaannya sendiri sekaligus belajar memahami orang
d)
Pengembangan
metode pembelajaran yang mampu menggerakkan setiap siswa untuk menyadari diri,
mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas kelompok melalui permainan,
bermain peran dan metode belajar aktif lainnya.
e)
Guru yang
peduli, penuh perhatian, dan menerima siswa sesuai dengan tertinggi setiap
insan.
Mengembangkan
sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan siswa misalnya dengan penilaian
teman sebaya, dan siswa menilai kemajuan yang telah dicapai sendiri melalui
evaluasi diri.
2.
Pendidik yang
Humanistik
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator:
a)
Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal,situasi kelompok,
atau pangalaman kelas.
b)
Fasilitator
membantu untuk memproleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.
c)
Mempercayai
adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tutjuan-tujuan
yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendurong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
d)
Mencoba
mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untukmembntu mencapai tujuan mereka.
e)
Menempatkan
dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
f)
Di dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan menerima baik isi yang
bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bgi individual ataupun bagi kelompok.
g)
Bilamana cuacu
penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan
turut menyatakan pandangannya sebagai seorang anividu, seperti siswa yanglain.
Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksaan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksaan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
h)
Harus tetap
waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam
dan kuat selama belajar.
Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Salah satu model
pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan
dan umpan balik positif.
1)
Ciri-ciri guru
yang fasilitatif adalah:
2)
Merespon
perasaan siswa
3)
Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
4)
Berdialog dan
berdiskusi dengan siswa
5)
Menghargai
siswa
6)
Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
7)
Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa.
8)
Tersenyum pada
siswa.
Borton (dalam Roberts, 1975) lebih lanjut menjelaskan beberapa
karakteristik peran pendidik humanistik disamping perhatian terhadap perasaan siswa
“disini dan kini”, yaitu :
1)
Guru
memfasilitasi siswa mempelajari dirinya sendiri, memahami perasaan dan tindakan
yang dilakukannya
2)
Guru mengenali
harapan dan imajinasi siswa sebagai bagian penting dari kehidupan siswa dan
memfasilitas proses saling bertukar perasaan
3)
Guru
memperhatikan bahasa ekspresi non verbal, seperti gesture dan suara. Melalui
ekspresi non verbal ini beberapa keadaan perasaan dan sikap dikomunikasikan
oleh siswa.
4)
Guru
menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai cara untuk
menstimulasi perilaku yang dapat dipelajari dan diubah.
5)
Guru
memfasilitas belajar dengan menunjukkan secara eksplisit tentang bagaimana
prinsip-prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat lebih bertanggung
jawab untuk mendukung belajar mereka.
Menurut Hamacheek,1996; Guru yang efektif tampaknya adalah guru
yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis
dripada autaktorik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan
para siswa, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Guru yang tidak
efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah menjadi tidak sabar, mengunakan
komentar-komentar yang melukai dan mengurangi rasa ego,kurang integrasi,
cenderung agak otoriter, dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan
siswa mereka.
Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik adalah;
a)
Guru yang
mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah mereka sendiri dengan baik.
b)
Guru yang
melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat
ingin berkembang.
c)
Guru yang
cenerung melihat orng lain sebagai orang yang septutnya dihargai.
d)
Guru yng
melihat orang-orang dan perilku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam;
jdi, bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk
dan digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika;
jadi bukan orang yang pasif atau lamban.
e)
Guru yang
menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercayai dan dpat diandalkan
dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.
f)
Guru yang
melihat orng lain itu dapat memenuhi dan memingkatkan dirinya, bukan menghalangi,
aplagi mengancam.
3.
Aplikasi dalam
Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit
selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung
jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar
bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi
diri.
Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan
melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa
dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi
yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
KELEMAHAN TEORI ROGERS
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers
terletak pada perhatiannya yang semata- mata melihat kehidupan diri sendiri dan
bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers
berpendapat bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu, gagasan bahwa seseorang harus dapat
memberikan respons secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat
sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subyektivitasnya dalam memandang
dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara obyektif.
Rogers juga mengabaikan aspek- aspek sadar dalam tingkah laku manusia
karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya
pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatic yang
menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
KESIMPULAN
Perbedaan Teori Rogers dengan Teori Maslow
Carl Rogers (1902-1987) adalah seorang humanistik psikolog setuju dengan sebagian besar dari apa Maslow percaya, tetapi menambahkan bahwa bagi seseorang
untuk "tumbuh", mereka memerlukan suatu lingkungan yang menyediakan
mereka dengan genuinness (keterbukaan dan self-disclosure), penerimaan (yang
dilihat dengan hal positif tanpa syarat), dan empati (didengarkan dan
dipahami).
Satu perbedaan antara Maslow dan Rogers adalah
penekanan bahwa Maslow memberikan ke puncak pengalaman. Puncak pengalaman saat di dalam hidup yang membawa kita melampaui persepsi
biasa, pikiran, dan perasaan. Biasanya, individu merasa berenergi, lebih
"hidup". Dalam beberapa hal, pengalaman puncak mirip dengan konsep
Zen satori (harfiah "pencerahan"), yang, seperti pengalaman puncak,
datang tanpa diduga, dan mengubah pemahaman individu tentang diri dan dunia.
Karena sifat "mistis" dari pengalaman puncak, beberapa psikolog kurang
nyaman dengan teori Maslow dari pada dengan Rogers, yang menggunakan konsep yang
lebih mudah berhubungan dengan psikologi "mainstream". Mungkin, ini
account untuk Maslow yang dipandang sebagai kurang berpengaruh di antara
terapis. Dalam setiap kasus, tidak ada keraguan bahwa gagasan Maslow tentang
motivasi telah menjadi dikenal secara luas dan digunakan, sebagai link di bawah
ini membantu untuk menggambarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabarta, Sumadi. 2003. Psikologi
Kepribadian. Jakarta :
Fajar Interpratama Offset
.
Novira. 2010. teori-humanistik-carl-rogers. http://novira08.wordpress.com/2010/05/29/ : 1 April 2013.
Miftah. 2012. Teori-humanistik-menurut-carl-rogers. http://miftachulwachyudii.blogspot.com : 1 April 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar